PUASA DAN FADHILAHNYA

Pengertian

Puasa secara bahasa berarti: Menahan. Menurut istilah syara’  berarti menahan diri  dari sesuatu perkara yang membatalkan puasa, mulai terbit fajar sampai terbenamnya matahari dengan niat tertentu.

Dasar Wajib Puasa

Maksud Firman Allah Ta’ala: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa” (Al Baqarah: 183)

Hikmah Puasa

Antara lain, menahan hawa nafsu, mengurangi syahwat, memberikan pelajaran bagi orang kaya untuk merasakan lapar sehingga menumbuhkan rasa kasih sayang kepada fakir miskin dan menjaga dari maksiat.

Syarat Sah Puasa:

  1. Islam
  2. Berakal
  3. Bersih dari haid/ nifas
  4. Mengetahui waktu diperbolehkan untuk berpuasa

Tidak Sah puasa bagi orang kafir, orang gila walau pun sebentar, perempuan haid atau nifas dan puasa pada waktu yang diharamkan berpuasa, seperti hari raya atau hari tasyriq. Adapun perempuan yang terputus haid atau nifasnya sebelum fajar, maka puasanya tetap Sah dengan syarat telah niat, sekali pun belum mandi sampai pagi.

Syarat Wajib Puasa:

  • Islam: Puasa tidak wajib bagi orang kafir dalam hukum dunia, namun di akhirat mereka tetap akan diadzab karena kekafirannya. Adapun orang murtad, maka  wajib baginya mengqodho’ apabila ia kembali masuk Islam.
  • Mukallaf (baligh dan berakal): Anak yang belum baligh tidak wajib puasa, namun orang tua wajib memerintahkan putra-putrinya berpuasa sejak kecil (7 tahun) dan memukul (sewajarnya) jika meninggalkan puasa saat berumur 10 tahun.
  • Mampu mengerjakan puasa (bukan orang lansia atau orang sakit): Lansia yang tidak mampu berpuasa atau orang sakit yang tidak ada harapan untuk sembuh menurut medis wajib mengganti puasanya dengan membayar fidyah yaitu satu mud (sekitar 6,25 ons) makanan pokok (beras) untuk setiap harinya.
  • Mukim: Tidak wajib bagi Musafir selama ia bepergian sejauh lebih dari 82 km, keluar dari batas kotanya sebelum fajar dan menetap di kota tujuan tidak lebih dari 4 hari.

Rukun-rukun Puasa:

  1. Niat: (untuk puasa wajib maupun sunnah), mulai terbenamnya matahari hingga sebelum terbitnya fajar.

Niat (talaffud) puasa Ramadhan:

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ اَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هَذِهِ السَّنَةِ ِللهِ تَعَالَى

“SAYA NIAT MENGERJAKAN KEWAJIBAN PUASA BULAN RAMADHAN ESOK HARI PADA TAHUN INI KARENA ALLAH TA’ALA”.

Niat hendaknya dilakukan setiap malam hari selama bulan Ramadhan. Niat (rukun) dilakukan di dalam hati, tanpa niat (dalam hati) puasanya tidak Sah. Adapun mengucapkan/ talaffud adalah sunnah.

  1. Menghindari perkara yang membatalkan puasa, kecuali jika lupa atau dipaksa atau karena kebodohan yang ditolerir oleh syari’at (jahil ma’dzur).

Jahil ma’dzur/ kebodohan yang ditolerir syari’at ada dua:

  • a.  Hidup jauh dari ulama
  • b.  Baru masuk Islam

Hal-hal yang Membatalkan Puasa:

  1. Masuknya sesuatu ke dalam rongga terbuka yang tembus ke dalam tubuh seperti mulut, hidung, telinga dan dua lubang qubul-dubur dengan disengaja, mengetahui keharamannya dan atas kehendak sendiri. Namun jika dalam keadaan lupa, tidak mengetahui keharamannya karena bodoh yang ditolerir atau karena dipaksa, maka puasanya tetap Sah.
  2. Murtad, yakni keluar dari Islam, baik dengan niat dalam hati, perkataan, perbuatan, walau pun perbuatan murtad tersebut sekejap saja.
  3. Haid, nifas dan melahirkan sekali pun sebentar.
  4. Gila meski pun sebentar.
  5. Pingsan dan mabuk (tidak disengaja) sehari penuh. Jika masih ada kesadaran sekali pun sebentar, puasanya tetap Sah.
  6. Bersetubuh dengan sengaja dan mengetahui keharamannya.
  7. Mengeluarkan mani, baik dengan tangan, atau tangan istrinya, atau dengan berhayal, atau dengan melihat (jika dengan berhayal dan melihat itu dia tahu kalau akan mengeluarkan mani), atau dengan tidur berdampingan (bersenang-senang) bersama istrinya. Jika mani keluar dengan salah satu sebab di atas, maka puasanya batal.
  8. Muntah dengan sengaja.

Masalah-masalah yang Berkaitan dengan Puasa:

  1. Suami-Istri

Apabila seseorang berhubungan dengan istrinya pada siang hari Ramadhan dengan sengaja, tanpa terpaksa dan mengetahui keharamannya maka puasanya batal, berdosa, wajib menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa sampai maghrib dan wajib mengqodho puasanya serta wajib membayar denda kaffarah udzma yaitu:

  • Membebaskan budak perempuan yang islam.
  • Jika tidak mampu, wajib berpuasa dua bulan berturut-turut.
  • Jika tidak mampu, maka wajib memberi makanan pada 60 orang miskin masing-masing berupa 1 mud (sekitar 6,5 ons) dari makanan pokok.

Denda ini wajib dikeluarkan hanya bagi laki-laki saja, karena dengan masuknya kelamin laki-laki, sang wanita sudah menjadi batal puasanya.

  1. Hukum Menelan Dahak.
  • Jika telah mencapai batas luar tenggorokan, maka haram menelan dan membatalkan puasanya.
  • Jika masih di batas dalam tenggorokan, maka boleh dan tidak membatalkan puasanya.

Yang dimaksud batas luar tenggorokan menurut pendapat Imam Nawawi (yang mu’tamad) adalah makhroj huruf ha’ (ح) dan dibawahnya adalah batas dalam. Sedangkan menurut sebagian ulama, batas luar adalah makhroj huruf kho’ (خ) dan dibawahnya adalah batas dalam.

  1. Menelan Ludah Tidak Membatalkan Puasa dengan Syarat:
  • Murni (tidak tercampur benda lain)
  • Suci
  • Berasal dari sumbernya yaitu lidah dan dalam mulut, sedangkan menelan ludah yang sudah berada pada bibir luar membatalkan puasa.
  1. Hukum Masuknya Air Mandi ke Dalam Rongga Tanpa Sengaja:
  • Jika sebab mandi sunnah seperti mandi untuk sholat jum’at atau mandi wajib (janabat) maka tidak membatalkan puasa kecuali jika sengaja atau dengan menyelam.
  • Jika bukan mandi sunnah atau wajib seperti mandi untuk membersihkan badan, maka puasanya batal baik disengaja atau tidak.
  1. Hukum Air Kumur yang Tertelan Tanpa Sengaja:
  • Jika berkumur untuk kesunnahan seperti dalam wudhu’, tidak membatalkan puasa asalkan tidak terlalu ke dalam (mubalaghoh).
  • Jika berkumur biasa, bukan untuk kesunnahan maka puasanya batal secara mutlak, baik terlalu ke dalam (mubalaghoh) atau tidak.
  1. Muntah atau Dalam Mulut Berdarah

Orang yang muntah atau dalam mulutnya berdarah wajib berkumur dengan mubalaghoh (membersihkan hingga ke pangkal tenggorokan) agar semua bagian mulutnya suci. Apabila ia menelan ludah tanpa mensucikan mulutnya dari sisa muntah, maka puasanya batal.

  1. Membatalkan Puasa atau Tidak Niat

Orang yang sengaja membatalkan puasanya (alasan syar’i) atau tidak berniat di malam hari, wajib menahan diri di siang hari Ramadhan dari perkara yang membatalkan puasa (selayaknya orang puasa) sampai maghrib dan setelah Ramadhan wajib mengqodho puasanya.

  1. Berbagai konsekuensi bagi orang yang tidak berpuasa atau membatalkan puasa Ramadhan:
  2. WAJIB QODHO’ DAN MEMBAYAR DENDA
  • Jika membatalkan puasa demi orang lain. Seperti perempuan mengandung dan menyusui yang tidak puasa karena kuatir pada kesehatan anaknya saja.
  • Mengakhirkan qodho’ puasanya hingga datang Ramadhan lagi tanpa ada uzur.
  1. WAJIB QODHO’ TANPA DENDA
  • Berlaku bagi orang yang tidak berniat puasa di malam hari
  • Orang yang membatalkan puasanya dengan selain jima’ (bersetubuh)
  • Perempuan hamil atau menyusui yang tidak puasa karena kuatir pada kesehatan dirinya saja atau kesehatan dirinya dan anaknya.
  1. WAJIB DENDA TANPA QODHO’
  • Berlaku bagi orang lanjut usia tidak mampu berpuasa.
  • Orang sakit yang tidak punya harapan sembuh, ia tidak mampu berpuasa.
  1. TIDAK WAJIB QODHO’ DAN TIDAK WAJIB DENDA
  • Berlaku bagi orang yang kehilangan akal/ gila yang permanen atau tidak mengalami kesembuhan.

Yang dimaksud DENDA di sini adalah FIDYAH, 1 mud (6,5 ons) makanan pokok daerah setempat (beras) untuk setiap harinya.

Hal-hal yang Disunnahkan dalam Puasa Ramadhan

  1. Menyegerakan berbuka puasa.
  2. Makan Sahur.
  3. Mengakhirkan sahur, dimulai dari tengah malam.
  4. Berbuka dengan kurma (ruthab) + dengan bilangan ganjil. Bila tidak ada kurma, dengan air zam zam/ air putih. Atau dengan makanan manis alami (yang belum tersentuh oleh api/ dimasak), misal: madu, kismis dan sejenisnya.
  5. Membaca doa saat berbuka puasa.
  6. Memberi makanan berbuka pada orang yang berpuasa.
  7. Mandi janabat sebelum terbitnya fajar bagi orang yang junub di malam hari.
  8. Mandi setiap malam di bulan Ramadhan.
  9. Menekuni sholat tarawih dan witir.
  10. Memperbanyak bacaan Al Qur’an dengan tadabbur.
  11. Memperbanyak amalan sunnah dan amal sholeh.
  12. Meninggalkan caci maki.
  13. Berusaha makan dari yang halal.
  14. Bersungguh-sungguh di sepuluh hari terakhir.

HAL-HAL YANG DIMAKRUHKAN DALAM PUASA RAMADHAN

  1. Mencicipi makanan.
  2. Bekam (mengeluarkan darah).
  3. Banyak tidur dan terlalu kenyang.
  4. Mandi dengan menyelam.
  5. Memakai siwak setelah masuk waktu duhur.

HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PAHALA PUASA (MUHBITHAAT)

  1. Ghibah (gossip).
  2. Adu domba.
  3. Berbohong.
  4. Memandang hal-hal yang haram atau pun halal, namun dengan syahwat.
  5. Sumpah palsu.
  6. Berkata jorok atau melakukan perbuatan jelek.

Catatan tambahan dan soal-jawab seputar puasa.

Untuk menentukan awal Bulan Ramadhan dan 1 Syawwal (Lebaran Idul Fitri) dianjurkan mengikuti keputusan Pemerintah Pusat. Dalam hal ini adalah Majlis Ulama Indonesia (MUI), melalui sidang Itsbat, yang anggotanya terdiri dari pakar-pakar Islam yang kredibel dalam ilmu ru’yah maupun hisab. Dengan demikian umat Islam Indonesia dapat bersatu dan tidak terpecah belah.

  • Soal: Bagaimana hukumnya orang yang berpuasa melakukan cek golongan darah, dengan sedikit melukai kulit?
  • Jawab : Boleh dan Puasanya Sah.
  • Soal : Bagaimana hukumnya orang yang berpuasa melakukan infus/ memasukan makanan melalui pembuluh darah?
  • Jawab : Tidak Boleh dan Puasanya Batal.
  • Soal : Bagaimana hukumnya berpuasa melakukan suntik atau bius lokal?
  • Jawab : Boleh dan Puasanya Sah selama cairan tidak mengalir ke saluran makanan (pencernaan).
  • Soal : Bagaimana hukumnya berpuasa melakukan donor darah atau mengambil darah untuk cek laboratorium termasuk hijamah (bekam)?
  • Jawab : Hukumnya makruh dan Puasanya Sah.

 

6 RAHASIA PUASA MENURUT AL GHAZALI

Ramadhan kita jalani selama berhari-hari sebulan penuh. Kita merasakan lapar dan haus setiap kali matahari berada ujung kepala. Apalagi bagi kita yang masih beraktivitas dan bekerja hingga waktu siang. Perut terasa sakit dan tenggorokan dahaga, ditambah lagi terik yang mengucurkan keringat.

Bukan cuma menahan diri dari makan dan minum, tetapi selama puasa kita harus menahan diri dari semua yang membatalkan. Sebagian dari hal yang membatalkan puasa ialah memasukkan benda (padat atau cair) ke dalam tubuh, baik melalui mulut, telinga, hidung, maupun lubang-lubang tubuh lain. Orang yang berpuasa juga harus menekan diri dari syahwatul farji yaitu bersetubuh, atau barangkali “onani/masturbasi”.

Secara kasat mata, puasa hanyalah ibadah badaniyah (ibadah fisik) yang mampu melatih tubuh untuk lebih mandiri dan membiasakan diri dari bersenang-senang. Perut dilatih untuk tidak makan dalam durasi yang lebih lama dari hari-hari biasa. Bagi yang sudah menikah, dilatih untuk tidak berhubungan badan dengan pasangannya di siang hari.

Namun ternyata, puasa bukanlah soal fisik semata, melainkan penempaan batin dari hawa nafsu. Semua ibadah yang disyariatkan Allah tentu penuh dengan rahasia tersembunyi. Jarang sekali yang merenungkannya dan memahami, hingga dijiwai sebagai syariat. Banyak perbuatan orang puasa yang secara syariat tidak membatalkan puasa, namun mnggugurkan pahala besarnya.

Imam Muhammad al-Ghazali, seorang sufi yang sangat memahami ilmu fiqh, memberikan gagasan tentang rahasia puasa. Sebagai seorang ahli fiqh sekaligus ahli tasawuf, Imam Ghazali tidak melulu memandang puasa sebagai ibadah badaniyah. Oleh karena itu, gagasannya tentang rahasia puasa pun menyadarkan kita akan pentingnya menunaikan ibadah puasa secara lahir batin.

Berikut ini enam rahasia puasa menurut Imam al Ghazali yang ditulis dalam kitab fenomenalnya Ihya’ Ulum ad Din:

  1. Menundukkan mata dan mencegahnya dari memperluas pandangan ke semua yang dimakruhkan, dan dari apapun yang melalaikan hati untuk berdzikir kepada Allah.
  2. Menjaga lisan dari igauan, dusta, mengumpat, fitnah, mencela, tengkar, dan munafik.
  3. Menahan telinga dari mendengar hal-hal yang dimakruhkan. Karena semua yang haram diucapkan, haram pula didengarkan. Allah menyamakan antara mendengar dan memakan perkara haram, “sammaa’uuna lil kadzibi akkaaluuna lis suht”.
  4. Mencegah bagian tubuh yang lain seperti tangan dan kaki dari tindakan-tindakan dosa, juga mencegah perut dari makan barang syubhat ketika berbuka. Mana mungkin bermakna, orang berpuasa dari makanan halal lalu berbuka dengan makanan haram. Ibaratnya seperti orang yang membangun gedung tetapi menghancurkan kota. Nabi Muhammad pernah bersabda, “Banyak sekali orang yang berpuasa namun yang ia dapat hanya lapar dan haus. Ia adalah orang yang berbuka dengan haram. ”Wa qiila, “Ia yang berpuasa lalu berbuka dengan memakan daging sesama, yaitu dengan ghibah.”
  5. Tidak memperbanyak makan ketika berbuka, mengisi perut dan mulut dengan tidak sewajarnya. Maka, apalah arti puasa jika saat berbuka seseorang mengganti apa yang hilang ketika waktu siang, yaitu makan. Bahkan, justru ketika Ramadhan makanan akan lebih beragam. Apa yang tidak dimakan di bulan-bulan selain Ramadhan malah tersedia saat Ramadhan. Padahal, maksud dan tujuan puasa ialah mengosongkan perut dan menghancurkan syahwat, supaya diri menjadi kuat untuk bertakwa.
  6. Supaya hati setelah berbuka bergoncang antara khouf(takut) dan roja’ (mengharap). Karena, ia tidak tahu apakah puasanya diterima dan ia menjadi orang yang dekat dengan Allah, ataukah puasanya ditolak dan ia menjadi orang yang dibenci. Dan seperti itulah adanya di seluruh ibadah ketika selesai dilaksanakan.

Rahasia-rahasia yang dipaparkan oleh Imam Ghazali ini bisa kita perhatikan baik-baik, di mana puasa bukan hanya tentang perut. Puasa adalah berpuasanya seluruh tubuh, puasanya mata, puasanya kaki, puasanya tangan, puasanya telinga, bahkan hati pun ikut berpuasa. Puasa tidak hanya dipandang secara syariat antara sah dan batal. Karena yang puasanya sah hingga tebenam matahari belum tentu diterima oleh Allah. Melainkan puasa yang menyeluruh dari raga hingga jiwa. Wallahu a’lam bis shawab.

 

Sumber:

http://www.fiqhmenjawab.net

mafahim.wordpress.com